UMKMTangerang.com – Popularitas kuliner khas Betawi terus mengalami lonjakan terutama di kawasan perkotaan besar seperti Jakarta, Bekasi, dan Depok. Usaha kuliner Betawi kini tak lagi sekadar warisan budaya, tetapi telah menjadi sektor bisnis yang menjanjikan. Banyak pelaku usaha yang tertarik masuk ke dalam pasar ini karena keunikan rasa dan nilai historis dari makanan Betawi.
Namun, untuk bisa bersaing dan bertahan dalam industri kuliner, penting untuk memahami bagaimana analisis pasar usaha makanan Betawi, serta mengenali perilaku dan selera konsumen. Dengan riset yang mendalam, pelaku usaha bisa mengambil keputusan yang lebih strategis dan tepat sasaran.
Tidak cukup hanya menjual soto Betawi atau kerak telor, pengusaha kuliner kini perlu memahami tren, kanal pemasaran yang efektif, dan elemen psikologis yang memengaruhi pembelian. Selain itu, persaingan yang ketat juga membuat inovasi menjadi kunci penting dalam bertahan.
Artikel ini mengupas hasil riset usaha kuliner Betawi di kota besar, yang diambil dari survei lokal, wawancara dengan pelaku UMKM, serta data pemasaran digital. Harapannya, Anda bisa mendapatkan gambaran nyata sebelum memulai atau mengembangkan usaha makanan khas ini.
1. Tingginya Minat Konsumen Terhadap Makanan Tradisional
Di tengah maraknya kuliner modern dan makanan cepat saji, masyarakat perkotaan ternyata masih memiliki ketertarikan kuat pada makanan tradisional. Ini menjadi peluang besar bagi pelaku usaha kuliner Betawi. Dari hasil survei di Jakarta tahun 2024, sebanyak 72% responden menyatakan masih rutin mengonsumsi makanan khas daerah, termasuk Betawi.
Mayoritas dari mereka mengungkapkan bahwa makanan tradisional memberikan rasa nostalgia dan dianggap lebih sehat. Makanan seperti nasi uduk, semur jengkol, hingga asinan Betawi tetap memiliki tempat di hati masyarakat.
Konsumen usia 25–40 tahun menjadi segmen paling potensial. Mereka cenderung mencari kuliner unik yang tidak hanya enak tetapi juga memiliki nilai historis atau budaya. Artinya, pelaku usaha bisa menjual bukan hanya rasa, tapi juga cerita di balik makanan tersebut.
Keunggulan lainnya adalah adanya keinginan masyarakat mendukung produk lokal. Gerakan mencintai kuliner nusantara mendorong masyarakat lebih memilih menu tradisional daripada menu luar negeri.
2. Lokasi Usaha dan Aksesibilitas sebagai Faktor Utama
Lokasi tetap menjadi penentu keberhasilan sebuah usaha makanan. Di kawasan perkotaan, lokasi yang strategis adalah yang mudah diakses, dekat dengan perkantoran, kampus, atau pusat keramaian.
Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa usaha makanan Betawi yang terletak di area perumahan padat justru lebih diminati karena dekat dengan pelanggan tetap. Banyak usaha rumahan yang sukses dengan sistem pre-order atau buka hanya pada jam tertentu.
Dengan berkembangnya platform delivery online, usaha di gang sempit pun tetap bisa eksis asal bisa menjangkau lewat aplikasi seperti GoFood atau GrabFood. Ini membuat faktor lokasi kini bersifat fleksibel, selama didukung promosi yang kuat.
Akses parkir dan kebersihan lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap persepsi pelanggan. Usaha kecil sebaiknya memastikan lingkungan tempat jualan nyaman, aman, dan tidak jauh dari jalan utama.
3. Segmentasi Konsumen Berdasarkan Usia dan Gaya Hidup
Riset menunjukkan adanya perbedaan preferensi berdasarkan usia dan gaya hidup konsumen. Konsumen usia muda (18–30 tahun) lebih suka makanan Betawi dengan sentuhan modern, seperti soto Betawi kemasan frozen, kerak telor topping mozzarella, atau nasi uduk yang dikemas dalam bento box.
Sementara itu, kelompok usia di atas 40 tahun lebih menyukai menu asli tanpa modifikasi. Mereka cenderung mencari rasa otentik seperti yang biasa dinikmati di masa kecil.
Gaya hidup urban membuat masyarakat memilih makanan yang praktis dan siap saji. Oleh karena itu, usaha kuliner yang menyediakan sistem pre-order dengan pengantaran cepat lebih disukai.
Food vlogger dan selebgram kuliner juga sangat memengaruhi pilihan konsumen. Banyak yang membeli makanan karena “terlihat enak di TikTok”, bukan karena benar-benar lapar. Maka dari itu, strategi pemasaran berbasis visual menjadi sangat penting.
4. Perilaku Konsumen terhadap Harga dan Kemasan
Harga masih menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan konsumen. Namun, bukan berarti yang termurah selalu jadi pilihan. Konsumen kota besar cenderung mempertimbangkan value for money. Mereka mau membayar lebih asalkan kualitas rasa dan tampilan kemasan setara.
Kemasan menjadi elemen vital dalam usaha makanan Betawi modern. Konsumen menginginkan kemasan yang higienis, menarik, dan praktis. Banyak pelaku usaha kini beralih ke kemasan eco-friendly atau kemasan kraft dengan desain vintage.
Dari survei pada 120 responden di Jakarta Selatan, sebanyak 65% menyatakan akan lebih sering membeli jika makanan Betawi dikemas lebih menarik dan cocok untuk dibagikan di media sosial. Ini menunjukkan pentingnya branding visual dalam membangun loyalitas.
Pengusaha juga sebaiknya menawarkan beberapa opsi harga. Misalnya: porsi reguler, porsi jumbo, dan porsi hemat. Variasi ini memungkinkan konsumen dari berbagai latar belakang bisa menikmati produk Anda.
5. Strategi Pemasaran Kuliner Betawi yang Efektif
Keberhasilan usaha makanan tak lepas dari strategi pemasaran yang tepat sasaran. Media sosial menjadi alat utama yang digunakan pelaku usaha kuliner Betawi skala kecil. Konten berupa video proses memasak, testimoni pelanggan, atau cerita asal-usul makanan terbukti menarik perhatian audiens.
Banyak usaha yang viral setelah membagikan video pendek di TikTok atau Reels Instagram dengan suara latar yang sedang tren. Pelaku usaha juga mulai memanfaatkan fitur live shopping, pre-order harian, dan giveaway untuk menarik interaksi.
Kemitraan dengan influencer kuliner lokal bisa jadi langkah jitu untuk meningkatkan eksposur. Meskipun tidak selalu murah, efek domino dari testimoni influencer bisa membuat produk Anda dikenal luas.
Platform seperti Facebook Marketplace dan grup komunitas lokal juga masih sangat relevan untuk promosi. Pelanggan lebih percaya jika informasi produk dibagikan oleh orang dalam komunitas yang sama.
6. Tantangan dan Rekomendasi untuk Pelaku Usaha Baru
Tantangan utama dalam usaha kuliner Betawi adalah menjaga konsistensi rasa dan kualitas layanan. Banyak usaha yang awalnya viral namun kemudian kehilangan pelanggan karena rasa berubah atau pelayanan menurun.
Peningkatan harga bahan baku juga seringkali menyulitkan pelaku usaha kecil. Oleh karena itu, penting untuk memiliki pemasok tetap dan membuat perencanaan keuangan jangka panjang.
Persaingan dengan franchise makanan cepat saji juga perlu diantisipasi. Pelaku usaha perlu menonjolkan keunikan identitas kuliner Betawi agar tidak tenggelam di tengah arus kuliner mainstream.
Disarankan untuk mengikuti pelatihan UMKM dari pemerintah atau komunitas lokal. Banyak pelatihan yang memberikan panduan pengemasan, pemasaran digital, hingga manajemen keuangan.
Terakhir, fokuslah pada pelayanan ramah dan komunikasi yang terbuka. Banyak pelanggan yang kembali bukan hanya karena rasa, tapi karena kenyamanan saat bertransaksi.
Kesimpulan:
Usaha kuliner Betawi di perkotaan menyimpan potensi besar jika Anda mampu membaca tren pasar dan memahami preferensi konsumen dengan tepat.