Masyarakat Indonesia mengenal daun pepaya sebagai salah satu sayuran yang sering diolah menjadi masakan rumahan. Di Jawa, daun ini lebih dikenal dengan nama daun kates dan sering dijadikan lauk pendamping nasi. Rasa sayur pahit ini memang khas, namun justru banyak yang menyukainya karena dipercaya baik untuk kesehatan. Selain lezat, daun pepaya juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi berbagai masalah pencernaan.
Menariknya, penyebutan daun pepaya di tiap daerah sangat beragam. Perbedaan nama ini menunjukkan kekayaan bahasa dan budaya lokal Indonesia. Di satu sisi, istilah daun kates lebih populer di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sisi lain, masyarakat luar Jawa mengenalnya dengan nama yang sangat berbeda.
Banyak yang belum mengetahui bahwa daun pepaya memiliki manfaat luar biasa bagi tubuh. Kandungan enzim papain dalam daun ini mampu membantu melancarkan metabolisme. Karena itu, masyarakat pedesaan kerap mengolahnya sebagai obat tradisional. Tak hanya itu, variasi penyebutannya pun menambah daya tarik tersendiri dalam kajian linguistik dan budaya kuliner Indonesia.
Penting untuk memahami bahwa meskipun disebut daun kates, fungsinya tetap sama sebagai sayur pahit yang menyehatkan. Dari satu jenis tanaman, muncul banyak sebutan yang semuanya mencerminkan kekayaan lokal. Artikel ini akan mengulas secara rinci sebutan-sebutan daun pepaya di berbagai wilayah Nusantara.
Melalui pembahasan ini, kita akan melihat bagaimana sebuah tanaman sederhana seperti daun pepaya bisa memiliki identitas berbeda di setiap daerah. Mulai dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi, masing-masing wilayah memberi nama sesuai dialek dan kebudayaannya.
Nama Daun Pepaya di Jawa: Daun Kates
Di tanah Jawa, terutama daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, daun pepaya disebut sebagai daun kates. Sebutan ini sudah mengakar dalam budaya kuliner masyarakat setempat.
Kata kates sendiri berasal dari adaptasi lokal terhadap nama latin Carica papaya, yang kemudian diubah pengucapannya menjadi lebih sesuai dengan lidah Jawa.
Dalam kehidupan sehari-hari, daun kates sering dimasak dengan santan atau direbus sebagai sayur pelengkap makanan pokok. Teksturnya yang lembut dan aromanya yang khas menjadi ciri utama yang disukai masyarakat.
Orang Jawa juga kerap menjadikan daun pepaya sebagai bagian dari jamu atau ramuan herbal. Khasiatnya dianggap ampuh untuk menurunkan demam, meningkatkan nafsu makan, dan melancarkan pencernaan.
Tidak hanya itu, daun kates juga diyakini bisa mengatasi cacingan pada anak-anak. Biasanya, air rebusannya diberikan dalam takaran kecil sebagai terapi alami.
Sebutan Daun Pepaya di Sumatra: Daun Betik atau Daun Gedang
Di wilayah Sumatra, khususnya di daerah Minangkabau dan Melayu Riau, daun pepaya disebut daun betik.
Kata betik sendiri merupakan sebutan khas Melayu yang juga merujuk pada buah pepaya. Baik buah maupun daunnya sering digunakan dalam sajian masakan sehari-hari.
Selain betik, masyarakat di daerah Palembang menyebutnya daun gedang, yang juga berarti pepaya dalam bahasa lokal. Perbedaan ini menunjukkan dinamika linguistik yang sangat kaya.
Olahan daun betik biasanya disajikan dengan sambal terasi atau dicampur ikan teri. Cita rasa pahit yang muncul justru menjadi ciri khas yang dicari para penikmat kuliner tradisional.
Dalam pengobatan tradisional Melayu, daun betik dijadikan sebagai penurun panas dan pereda nyeri lambung.
Nama Daun Pepaya di Sunda: Daun Gandul
Di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, orang Sunda lebih mengenal daun pepaya dengan istilah daun gandul.
Istilah gandul mengacu pada buah pepaya yang bergelantungan di batangnya. Karena itu, sebutan ini sangat logis jika dihubungkan dengan kondisi tanaman secara fisik.
Namun, meski berbeda nama, kegunaan daun gandul tetap serupa dengan wilayah lain: sebagai sayur pahit dan ramuan tradisional.
Di tatar Sunda, daun gandul kerap dimasak dalam bentuk tumisan pedas atau dijadikan lalapan mentah. Rasa pahit yang kuat biasanya dikurangi dengan cara meremas daun menggunakan garam sebelum dimasak.
Manfaat kesehatannya pun tidak diragukan. Daun gandul dipercaya dapat memperbaiki sistem pencernaan dan meningkatkan imunitas tubuh secara alami.
Penyebutan Daun Pepaya di Sulawesi: Daun Kaliki
Berpindah ke timur Indonesia, di wilayah Sulawesi, masyarakat menyebut daun pepaya sebagai daun kaliki.
Nama ini dikenal di kalangan masyarakat Bugis dan Makassar, terutama dalam tradisi kuliner khas mereka yang memanfaatkan bahan-bahan lokal.
Daun kaliki kerap dijadikan campuran dalam masakan seperti Pallumara, atau olahan kuah ikan berempah.
Meskipun memiliki rasa pahit, daun kaliki menjadi pelengkap penting dalam sajian khas Sulawesi yang pedas dan gurih.
Dalam tradisi pengobatan lokal, daun kaliki digunakan untuk menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan stamina tubuh.
Fungsi Daun Pepaya Sebagai Obat Tradisional
Selain sebagai bahan makanan, daun pepaya juga populer sebagai obat tradisional. Hal ini berlaku di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Kandungan senyawa papain dalam daun ini mampu membantu melawan infeksi, mempercepat penyembuhan luka, dan membersihkan racun dalam tubuh.
Di berbagai daerah, rebusan daun kates, daun betik, atau daun kaliki digunakan untuk mengatasi demam berdarah dan mempercepat pemulihan.
Beberapa juga menggunakannya sebagai masker alami untuk kulit wajah karena sifat antibakterinya.
Tak hanya itu, air perasan daun pepaya dipercaya bisa menormalkan tekanan darah dan meningkatkan metabolisme tubuh secara menyeluruh.
Kesimpulan
Menarik sekali melihat bahwa satu jenis tanaman seperti daun pepaya bisa memiliki banyak sebutan unik di berbagai daerah. Jika kamu punya nama lain dari daerahmu, yuk bagikan di kolom komentar! Jangan lupa sukai dan sebarkan artikel ini untuk menambah wawasan kuliner lokal kita!